17 December 2008

Posted by jinson on Wednesday, December 17, 2008 No comments
Sebagaimana anda ketahui – saudara da’I bahawa iman, sabar, dan optimism merupakan sifat-sifat yang perlu ada dalam memlahirkan dan membentuk seorang da’I dalam persiapannya membekali diri dengan bekal dakwah.
Sifat-sifat di atas hanya akan dimiliki oleh seorang mukmin yang telah merasakan ni’matnya iman, menyatukan diri dengan Islam, dan terus melangkah menuju tujuannya. Meraih kemenangan dengan izin Allah dan menemui-Nya sebagai syahid tatkala menghadapi cubaan dan ujian.

Setelah memahami semua itu, saya menyajak anda untuk terus melangkah mengikuti perjalanan dakwah ini. Kini kita menuju sebuah sebuah destinasi dimana anda bisa menghirup nafas keimanan dan menambah bekal ketaqwaan. Disana jiwa anda akan memantulkan pancaran rohani. Anda akan menjadi soleh, seorang mukmin yang bertaqwa, seorang muslim yang wara’, seorang insane yang penuh keikhlasan…bahkan tatkala anda meneruskan perjalanan, langkah anda menjadi ringan, kata-kata akan berpengaruh, tingkah laku akan menjadi tauladan, penampilan menjadi penuh daya tarikan, serta sorotan mata anda akan memancarkan semangat dan optimisme.

Destinasi ini- bila kita pandai menmanfaatkannya dengan tarbiyah dan mujahadah- nescaya akan menjadi inspirasi, menjadi pusat pancaran rohani, menjadi tempat bimbingan tarbiyah.. destinasi ini merupakan kekuatan yang dapat membangkitkan naluri batin seorang da’I, melahirkan kemampuan untuk mengkoreksi diri dan menimbulkan mativasi dakwah dalam dirinya..

Bahkan, destinasi ini merupakan motor utama yang menjadikannya sensitive terhadap tanggungjawabnya. Merupakan pembimbing dalam menapaki jalan lurus dan menjadi penasihat yang akan mengingatkannya dari kelalaian atau salah jalan.
Manakala seorang da’i tidak memiliki sifat-sifat rohani yang lengkap; maka hidupnya akan hampa dari nilai, wibawa dan pengaruh. Ia akan terperangkap dalam sifat ‘ujib, nifaq dan riya’. Terjerumus dalam lumpur kebanggaan, kesombongan dan egoism. Ia akan berdakwah untuk dirinya bukan untuk Allah. Akan membangunkan kejayaan bagi dirinya bukan untuk Islam. Ia akan bekerja untuk kebahagiaan dunia dan bukan untuk kehidupan akhirat kelak.. Dari sini timbullah penyimpangan, keruntuhan dan kehancuran.
Apabila factor Ruhiyyah ini amat besar fungsinya, maka bagaimana cara mendapatkannya? Apakah yang menjadikannya tumbuh subur? Bagaimanakah pengaruhnya terhadap pembaikan dan kebangkitan ummah?

Hakikat Taqwa

Taqwa lahir dari keimanan yang kukuh, keimanan yang selalu dipupuk dengan Muraqobatullah; merasa takut terhadap kemurkaan dan azabNya, dan selalu berharap atas limpahan kurnia dan maghrifah-Nya.

Para sahabat dan salafus soleh yang memahami betul tuntutan Al-Quran, yang mempunyai perhatian yang berat terhadap taqwa. Mereka terus mencari hakikatnya. Saling bertanya satu sama lain dan berusaha untuk mendapatkannya. Dalam satu riwayat sohih disebutkan bahawa Umar Al-Khatab ra bertanya kepada ‘Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai menjawab:
“Bukankah anda telah melalui jalan yang penuh duri?”
“Ya” jawab Umar.
“Apa yang anda lakukan saat itu”
“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan berhati-hati”
“Itulah taqwa”

Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus selalu waspada dan berhati-hati jangan sampai terkena duri jalanan… Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhuatiran dan keraguan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti..dan masih banyak duri-duri yang lainnya.

Itulah hakikat taqwa dan itulah pengaruhnya yang sangat menentukan dalam pembentukan peribadi dan jama’ah.

Jalan Mencapai Sifat Taqwa

Disini terdapat faktor-faktor yang penting yang bisa menumbuh suburkan taqwa, mengukuhkan dalam hati dan jiwa mukmin dan menyatukan dengan perasaan.. semoga para da’i mampu mengikuti jejak menuju taqwa dan semoga mendapatkan yang terbaik.

1. MU’AHADAH (Mengingati perjanjian)

Kalimah ini diambil dari firman Allah dalam surah An-Nahal:91
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji…”

Cara Mu’ahadah:
Hendaklah seorang mukmin itu berkhalwat(menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengkoreksi diri dengan menyatakan pada dirinya: “Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu tidak berjanji kepada Rabbmu setiap hari saat kamu berdiri membaca:”
“Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan”
“Wahai jiwaku, bukankah dalam munajat engkau telah berikrar tidak akan berhamba selain kepada Allah, tidak memintak pertolongan selain daripada-Nya. Tidakkah engkau telah berikrar untuk tetap komitmen kepada sirotal mustaqim yang bebas dari kerumitan dan liku-liku perjalanan..Tidakkah engkau telah berikrar untuk berpaling dari jalan orang-orang sesat dan dimurkai Allah?”

Wahai saudara da’i, bila anda mengharuskan diri untuk komitmen terhadap janji yang diikrarkan 17 kali dalam sehari itu, kemudian anda mewajibkan supaya anda meniti tangga menuju ikrar tersebut..maka anda telah meniti tangga menuju taqwa, anda sudah menyusuri jalan rohani..dan pada akhirnya anda akan sampai ke tempat tujuan. Ke darjat para muttaqin (orang-orang yang bertaqwa)

2. MUROQOBAH (Merasakan kesertaan Allah)


Landasan muroqobah dapat ditemui dalam surah Asy-Syura ayat 218-219
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri(untuk salat), dan melihat pula perubahan gerak badanmu diantara orang-orang yang sujud ”

Makna muroqobah adalah merasakan keagungan Allah Azza Wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya dikala sepi ataupun ramai.

Cara Muraqobah:

Sebelum memulai sesuatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya…Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan keta’atannya dimaksudkan untuk kepentingan peribadi dan mencari kemasyhuran ataukah kerana dorongan ridho Allah dan menghendaki pahala-Nya?

Jika benar-benar kerana redho Allah, maka ia akan melaksanakannya walaupun hawa nafsunya tidak setuju dan ingin meninggalkannya. Kemudian ia menguatkan niat dna tekad untuk meneruskan keta’atan kepada-Nya dengan keikhlasan sepenuhnya dan semata-mata mencari redho Allah.

3. MUHASABAH (Koreksi diri)


Dasar muhasabah adalah firman Allah dalam suah Al-Hasyr ayat 18:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah dilakukan untuk hari esok(akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Makna Muhasabah sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat ini ialah: Hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan…Apakah tujuan amalnya untuk mendapat redho Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya’?.. Apakah dia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?

Saidina Umar Al Faruq ra berkata: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum diri kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk perhimpunan yang agung(hari Kiamat). DI hari itu, kamu akan dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi walaupun satu”

4. MU’AQOBAH(Pemberian denda)


Landasan mu’aqobah adalah firman Allah dalam surah a-Baqarah :178:
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”

Denda/ hukuman yang kita maksudkan sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat tersebut adalah: Apabila seorang mukmin menemui kesalahan maka tidak wajar baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudahkan terlanggarnya kesalahan-kesalahan lain dan akan semakin sulit untuk ia meninggalkannya.

Denda/ hukuman itu harus dengan sesuatu yang sunat, tidak boleh denda/hukuman yang haram seperti membakar salah satu anggota tubuh badan, tidak makan dan minum sampai membahayakan dirinya.

5. MUJAHADAH (Bersungguh-sungguh)

Dasar Mujahadah adalah firman Allah dalam surah Al-Ankabut:69
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebaikan”

Makna Mujahadah adalah: Apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lain tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan baginya dan mendarah daging dalam jiwanya.

Itulah beberapa cara untuk menumbuh suburkan dalam hati dan ruh setiap mukmin serta menyatukannya dengan perasaannya.

Dengan mu’ahadah anda dapat istiqomah diatas syari’at Allah, dengan muraqobah anda dapat merasakan keagungan Allah baik dikala sunyi mahupun dikala ramai. Dengan muhasabah anda bisa bebas dari kebusukan hawa nafsu yang selalu memberontak dan bisa memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia. Dengan Mu’aqodah anda bisa memisahkan diri anda dari penyimpangan dan membuat diri peka terhadap muroqobah dan muhasabah. Dengan mujahadah anda dapat memperbaiki diri sekaligus menumpaskan kemalasan dan kelalaian. Dengan cara tersebut taqwa akan menjadi suatu yang biasa bagi anda. Bahkan anda akan mampu member suri tauladan kepada orang lain dalam ucapan, perbuatan dan kemantapan rohani. Insyaallah, amen..

Sumber: Tarbiah Ruhiah; Petunjuk Praktis Mencapai Darjat Taqwa. Karangan Dr. Abdullah Nasih ‘Ulwan
Categories:

0 comments: